Monday, April 11, 2011

Eternal

Bukan tidak berarti jika seorang perempuansore hanya menjadi salah satu labirin di antara spasi miliknya saya. Sekarang, justru dia yang menjadi sesuatu yang menyesap di dalam pikir dan rasa saya tentang seperti apa ringannya hidup yang berat. Saya memujinya tanpa harus memujanya.

Sudah hampir tiga bulan saya tidak singgah di terasnya. Ya, saat ini saya masih berani hanya ke terasnya saja. Selama hampir tiga bulan ini, saya hanya mengintip saja dari teras rumah saya. Mengintip dari balik keriting rambutmu bahwasanya mungkin kita sama-sama belum bisa tidur. Mengintip kalau ternyata lampu kamarmu masih menyala walau samar-samar saya rasa. Tahukah kamu, perempuansore, satu per satu resah saya meluruh dalam genangan air hujan yang barusan saja? Meluruh karena pekamu. Meluruh karena kesederhanaanmu. Meluruh karena saya menyadari kamu masih lah juga manusia. Kesederhanaan yang bersahaja. Itu yang kamu suguhkan dengan sungguh-sungguh. Dan, saya adalah salah seorang yang menyesapinya. Mungkin dengan rakus. Rakus dengan sederhana yang bersahaja.


: Malam ini, adakah memujimu seperti memujamu, perempuansore?

No comments:

Post a Comment