Sunday, January 23, 2011

C

Siang, dua minggu yang lalu, aku tidak bertemu denganmu. Rasanya telingaku mendengar ada petir yang sedang kawin dengan marahnya Tuhan saat aku membaca pesan darimu bahwa siang itu kita tidak perlu bertemu. Hei, "tidak jadi" dengan "tidak perlu" itu beda. Kalau kamu katakan "tidak perlu" berarti siang itu aku tidak penting bagimu.

Dosis marah yang kutenggak ternyata begitu terlalu hingga membuat aku tertidur dengan peluh. Aku dibawa jalan-jalan dari satu mimpi ke mimpi yang lain. Tidak sempat singgah berlama-lama apalagi menginap di setiap mimpi. Sepertinya kali ini durasinya begitu cepat. Kamu masih ingat bukan teori perbandingan waktu dalam mimpi dengan kehidupan nyata di film Inception?
 
Antara pejam dan melek aku masih sedikit-sedikit mendengar suara orang berbicara dan berlalu-lalang di luar kamarku. Suara mama, ayah, bahkan suara TV sekali pun masih bisa aku bedakan antara pejam dan melek bahkan di saat rohku sedang bertamasya di banyak tempat.

Dan, saat itu terjadilah. Pintu kamarku seperti ada yang membuka dan dibanting dengan buru-buru. Posisi tubuhku di atas tempat tidur adalah kepalaku berada di bagian yang seharusnya itu untuk posisi kaki  dan kepalaku membelakangi pintu kamar. Karena ada yang membanting, aku terbangun dengan setengah sadar kemudian mendongak ke belakang kepala untuk melihat siapa yang barusan membanting pintu kamarku. Anehnya tidak ada siapa-siapa. Tapi, aku merasa seperti ada yang barusan saja masuk ke kamarku dan sedang berdiri di ujung kiri tempat tidurku tanpa terlihat olehku. Aku hanya bisa merasakannya saja. Karena tidak ada siapa-siapa, kepalaku yang tadinya aku dongakkan, aku turunkan kembali seperti semula. Pegal juga leherku mendongak ke belakang.

Tiba-tiba, tubuhku ditindih oleh sesuatu yang tak tampak oleh mataku. Aku sadar mataku sedang tidak terpejam. Aku masih bisa melihat kepala tempat tidurku. Tapi, tubuhku memang tidak bisa bergerak. Seperti diikat oleh akar pohon. Bahkan aku juga masih bisa mendengar suara-suara di luar kamarku. Aku masih bisa mendengar barusan itu mamaku sedang berteriak memanggil ayahku. Suara TV juga masih menyala di ruang tengah tanpa ada yang menonton, sepertinya. Aku paksakan tangan dan kakiku untuk bisa terangkat, tapi sia-sia.

Terlihat olehku di atas langit-langit kamarku seperti ada kain yang sangat tipis, transparan, sedang melayang jatuh menuju ke atas tubuhku. Aku yakin aku sedang tidak bermimpi. Aku bisa merasakan sedikit kejatuhannya menyentuh kulitku. Dan aku masih tetap tidak bisa bergerak. Kemudian dari arah kanan kepalaku seperti ada yang barusan saja naik ke atas tempat tidurku dan duduk di belakang kepalaku. Mungkin sekitar ada tiga orang (aku bingung harus menyebut orangkah, atau apa?). Tempat tidurku berderit dan aku merasa ada sedikit guncangan layaknya tempat tidur yang sedang dinaiki oleh banyak orang sekaligus. Aku bisa merasakannya padahal tidak ada siapa-siapa di belakang kepalaku. Sedangkan dari arah kiri kepalaku, seperti ada yang barusan naik dengan tergesa-gesa. Dia menarik sedikit lengan kiriku dari atas dadaku untuk diluruskan dan diletakkan di sebelah tubuhku. Kemudian ujung bajuku yang tersingkap hingga terlihat perutku saat tidur tadi, ditariknya ke bawah agar sebagian tubuhku yang terbuka menjadi tertutup. Aku tidak tahu siapa itu dan siapa mereka yang ada di belakang kepalaku. Tiba-tiba, dia yang menarik tanganku tadi menampakkan lengannya yang seakan-akan ingin memelukku. Hanya lengannya saja yang terlihat olehku. Dia seperti sedang bersembunyi berbaring di sisi kiriku dan ingin memelukku dengan lengan kirinya.

Aku seperti mengenal lengan itu kepunyaan siapa. Seperti punya anak laki-laki berbadan kecil dan berkepala botak yang juga pernah datang ke kamarku dan duduk di atas tubuhku. hampir dua bulan yang lalu. Itu terjadi pada saat malam Jum'at. Aku lupa tanggal berapa. Entah untuk apa dia datang ke kamarku. Pada saat itu, anak laki-laki berbadan kecil dan berkepala botak itu duduk di atas tubuhku, dan aku pun tidak bisa bergerak seperti siang itu. Setelah lama aku memaksakan diri untuk bisa bergerak, akhirnya tubuhku pun terlepas juga dari ikatan yang entah apa itu. Kemudian aku kembali tidur. Tiba-tiba, aku terbangun lagi. Aku merasa seperti ada yang duduk di ujung kakiku. Tubuhku masih diam tidak bergerak. Terasa olehku sepertinya di ujung tempat  tidurku, tempat di mana posisi kakiku kuselonjorkan, seperti ada yang barusan bangkit dari duduknya. Terlihat ada bekas seperti kain seprai yang bergeser sedikit. Aku tidak tahu siapa yang duduk di ujung kakiku itu. Tapi, perasaanku mengatakan seperti seorang perempuan. Mungkin siang itu mereka datang lagi. Entah untuk apa.

Aku masih tetap tidak bisa melihat mereka. Setelah kain transparan yang sangat tipis itu terasa menutupi satu tubuhku, aku seperti ingin dibedah saja. Tangan kananku seperti ada yang menahan agar telapak tangannya mau terbuka. Dan akhirnya terjadilah. Aku melihat bagaimana telapak tanganku itu dicungkil oleh sesuatu. Aku melihat ada lubang berwarna coklat kehitaman di telapak tanganku. Tidak ada sedikit pun darah tapi sakitnya bukan main. Dalam seketika kesadaranku mereka alihkan. Aku seperti barusan saja diberi bius agar tidak merasakan sakitnya dicungkil seperti itu. Aku kembali ke alam mimpi. Aku tidak merasakan sakit itu lagi. Di mimpi itu aku melihat padang rumput yang begitu hijau. Ada beberapa anak kecil yang memakai gaun putih sedang berlarian entah menangkap apa. Ternyata mereka sedang menangkap peri-peri kecil dengan berbagai warna. Aku pun ikut mengejar mereka. Tertangkap olehku satu peri kecil berwarna merah. Sangat cantik sekali. 

"Hey, jangan tangkap aku, Yuni. Aku ini perimu. Peri Aulthum. Tangkap saja yang lain." 

Karena dia sedikit marah, ditusuknya telapak tangan kananku dengan tongkat kecilnya yang runcing itu. Aku merasakan sakit dan seketika membuka genggaman tanganku dan peri merah itu terbang bebas lagi. Sakitnya bukan main ditusuk oleh peri kecil itu. Ternyata rasa sakit ditusuk itu adalah rasa sakit yang sedang aku rasakan karena telapak tanganku sedang dicungkil oleh mereka. Tiba-tiba, aku kembali lagi ke alam sadarku. Telapak tanganku masih dicungkil dan mereka memberiku bius lagi. Aku kembali ke alam mimpi tadi. Kali ini aku melihat peri hijau yang sedang terbang. Aku ingin menangkapnya, tapi dia juga sedikit marah.

"Yuni, jangan aku yang kamu tangkap. Tangkap saja Peri Anuselia."

Aku tidak tahu siapa nama peri hijau itu. Sedangkan Peri Anuselia adalah peri berwarna putih keemasan.

Karena sepertinya mereka tidak ingin ditangkap olehku, aku akhirnya diam saja mematung. Samar-samar aku seperti mendengar ada yang sedang berdiskusi. Aku tidak tahu siapa. Aku hanya mendengar suara-suara. Tidak jelas apa yang mereka katakan. Aku juga tidak mengenal bahasa mereka. Tiba-tiba, aku ditarik menjauh dari padang hijau itu. Ternyata biusku sudah habis lagi. Baru kutahu, mereka yang sedang membedahku itu yang sedang berdiskusi entah tentang apa.

Aku kesakitan karena begitu dalam mereka mencungkilnya. Karena tidak tahan, akhirnya aku berontak. Aku ingin melepaskan tangan dan kakiku dari jeratan mereka. Aku tidak sanggup lagi menahan sakitnya. Aku terus berontak dan terus berontak. Sampai akhirnya aku bisa terlepas juga. Aku terengah-engah mendapati tubuhku yang sudah tidak terjerat lagi. Aku terduduk di tempat tidur dengan rambut yang masih acak-acakan. 

Tidak ada siapa-siapa, pikirku sambil masih terengah-engah.

Kulihat telapak tanganku tidak ada luka. Tapi, ada membiru seperti warna memar yang masih terasa sangat sakit. Kamarku masih terasa dingin. Padahal di luar sana begitu terik dan kipas angin tidak kunyalakan. Sepertinya mereka masih di dekatku. Di luar kamarku juga tidak ada suara siapa-siapa lagi, hanya suara TV yang masih menyala di ruang tengah tanpa ada yang menonton, sepertinya.

: ada sosok C dibalik semua ini hingga mereka membedahku untuk mengeluarkan prajuritnya!

No comments:

Post a Comment