Wednesday, December 29, 2010

sendiri, itu maunya saya.


Saya ingin sendiri. Tidak bisa terus-terusan seperti ini hidup satu atap tapi saya selalu takut. Saya takut dengan kamu. Saya tidak nyaman dengan kamu. Makanya saya ingin lepas dari kamu.

Kalau sekarang ini saya sudah punya pegangan untuk bisa kabur, mungkin sekarang saya sudah kabur. Saya tidak peduli dosa dari kabur itu. Yang saya tau, saya harus lepas dari kamu karena kamu adalah penderitaan bagi saya.

Saya sudah capek hidup dengan kamu tanpa ada bahagia yang saya rasa. Saya paling benci kalau tertawa bersama denganmu. Itu bukan tawa abadi. Itu tawa untuk permulaan dari bencana di rumah ini. Lebih tepatnya, itu adalah sebagai pertanda.

Pusing saya menghadapi marahmu saat saya minta uang untuk kebutuhan saya. Tidak banyak yang saya minta. Hanya Rp. 50.000,- saja sudah membuat kamu menampar saya. Kalau memang tidak mau memberi ya sudah. Tapi, bukan berarti dengan menampar saya juga.

Saya kecewa dengan kamu. Entah untuk apa kita hidup bersama. Saya jadi semakin benci dengan kamu. Sangat benci. Apalagi jika melihat sandiwaramu di depan para tamu, bagaimana kamu menunjukkan kalau kamu begitu perhatian kepada saya bahkan suaramu pun lembut. Sangat jijik saya melihatnya. Ingin saya ludahi saja wajahmu yang penuh kemunafikan itu.

Saya pasti akan lepas darimu. Saya pasti akan pergi darimu. Saya pasti akan bisa merasakan kebahagiaan yang saya mau dengan kesendirian saya, bukan denganmu. Saya yakin saat itu pasti akan datang.

No comments:

Post a Comment

Blog Archive