Friday, June 25, 2010

tangan KETIADAAN




"Kamu tahu kenapa aku harus bertemu dan kenal dengan kamu?"
"Tidak tahu."

.....................................................................
"Kurasa karena ada sesuatu yang menyecerkanmu di tengah jalan yang aku lewati, dan aku memungutnya."
"Apa sesuatu itu?"
"Sesuatu yang akan kita cari sampai kita mati. Sesuatu yang hingga pada akhirnya akan kita sudahi dengan alasan titik terendah dan tertinggi di dalam kepala ini lelah."
"Apa itu?"
"Titik terendah dan tertinggi dalam kepala kita. Ketiadaan."
"Ketiadaan yang menyecerkan saya?"
"Iya."
"Sakit sekali."
"Dan ternyata kita juga ketiadaan yang ada. Aku jadi bingung.. Kalau begitu kenapa kita harus ada? Apa yang menjadi tujuan keadaan kita?"
"Kata seseorang, 'Suka-suka ketiadaan'. Kata saya, 'Bodoh sekali saya ada'. Kata yang lain, 'Bukan urusan kita'".
"Iya juga barang kali. Aku hanya bisa mengatakan 'ya' sambil bicara ringan tentang bumi yang tua atau kita yang menua lalu mendua. Mari bersorak."
"Sekarang, apa hubungannya dengan pertanyaan kamu di awal?"
"Ya, mungkin semuanya mengalir pada muara yang sama, Zai. Menua lalu tiada. Apakah itu tidak penting menurutmu?"
"Tidak. Yang saya butuhkan cuma substansi."



Kemudian saya memejamkan kembali kedua mata ini sambil memeluk lengannya. Besok saya harus mempresentasikan makalah puluhan tahun Dr. Peck di ruangannya, seorang psikiater yang rasanya ingin saya bunuh karena telah "menelanjangi" saya dengan tajamnya akan arti spiritual bagi hidupnya. Dr. Peck, saya tidak sabar ingin bertemu denganmu besok.
Whoooaaaahh...
-------------------------------------------------------------------------------------

No comments:

Post a Comment